Pembangun Desa di Baginda : Tantangan, Proyek, dan Keseruan Selama 4 Bulan

UNIVERSITAS INABA, Bandung – Sebanyak enam mahasiswa dari Universitas INABA, terdiri dari empat mahasiswa jurusan Manajemen dan dua mahasiswa jurusan Akuntansi, berhasil mengikuti Program Perguruan Tinggi Gotong Royong Membangun Desa (PTMGRMD) atau lebih dikenal dengan program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Program ini berlangsung dari akhir bulan Februari hingga Juni 2024 di Desa Baginda, Kabupaten Sumedang.

Menurut Amanda, salah satu peserta dari jurusan Manajemen, mereka tinggal di desa tersebut selama empat bulan dan difasilitasi dengan posko tempat tinggal. “Kita disediakan posko dan menjalani program membangun desa ini selama 4 bulan, dari Februari sampai Juni,” ujar Amanda. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui beberapa proyek yang telah ditentukan oleh LLDIKTI.

Mahasiswa INABA bersama mahasiswa Universitas Parahyangan (Unpar) yang ikut dalam program ini, bekerja sama dalam mencapai lima Key Performance Indicators (KPI) yang ditentukan, yakni:

  1. Literasi Kemiskinan
  2. Zero New Stunting
  3. One Village One Product (OVOP)
  4. One Village One Innovation (OVOI)
  5. Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos)

Amanda menjelaskan, “Untuk menyelesaikan seluruh KPI, kami dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok bertanggung jawab pada satu KPI. Proyek tersebut memerlukan waktu sekitar dua bulan untuk mencapai hasil optimal, terutama karena pada awalnya kami sempat kesulitan mendapatkan data dari perangkat desa.”

Di balik keseruan menjalani kehidupan KKN bersama mahasiswa dari universitas lain, terdapat berbagai tantangan. Menurut Amanda, peserta jurusan Manajemen, salah satu hambatan terbesar yang mereka hadapi adalah keterbatasan akses data dari perangkat desa. “Kami sering menemui kendala, seperti perangkat desa yang kurang kooperatif dan data yang sulit didapat,” ujar Amanda.

Namun, meskipun menghadapi berbagai tantangan, para mahasiswa tetap merasakan kehangatan interaksi antar-kampus. “Kami jadi punya keluarga baru, baik dari sesama peserta KKN maupun warga desa. Kami terbiasa hidup bersama, saling mendukung, dan produktif bersama selama empat bulan,” tambah Amanda.

Selama di Desa Baginda, aktivitas sehari-hari mahasiswa terjadwal berdasarkan kebutuhan setiap KPI yang mereka kerjakan. Mereka rutin mengunjungi posyandu, kelas ibu hamil, serta UMKM di desa untuk mengumpulkan data yang diperlukan. “Kami bekerja sesuai jadwal kegiatan setiap KPI. Kalau ada anggota yang sedang tidak sibuk, biasanya kami saling membantu agar semua program bisa berjalan dengan lancar,” kata Tiwi.

Selain fokus pada proyek, mahasiswa juga turut berpartisipasi dalam acara-acara adat desa. Tiwi Suryani menyebutkan bahwa kegiatan seperti festival sawah, perayaan ulang tahun desa, dan ziarah ke makam leluhur menjadi momen berharga untuk lebih mendekatkan diri dengan warga setempat. “Kami selalu ikut serta dalam acara-acara tersebut, karena ini menjadi cara kami berinteraksi lebih dekat dengan masyarakat. Kami ingin kehadiran kami benar-benar berdampak positif bagi desa,” ujar Tiwi.

Menurut para mahasiswa, Desa Baginda sudah cukup maju dari segi infrastruktur dan teknologi. “Meski disebut desa, warga di sini rata-rata sudah memiliki ponsel dan familiar dengan teknologi. Namun, mereka tetap mempertahankan tradisi, seperti ziarah dan festival tahunan,” jelas Amanda. Meski demikian, budaya tradisional tidak terlalu kental dan lebih fleksibel mengikuti perkembangan zaman.

Keikutsertaan mahasiswa INABA dalam program KKN ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Selain membawa dampak positif bagi warga desa, program ini juga memberikan pembelajaran bagi mahasiswa dalam beradaptasi, bekerja sama, dan berkontribusi untuk masyarakat. Mereka tidak hanya belajar teori di kampus, tetapi juga memahami realitas sosial dan tantangan di lapangan.

“Pengalaman yang sangat baik dan berharga, penuh tantangan sekaligus pembelajaran, mulai dari beradaptasi dengan kehidupan desa yang sederhana, merasakan bagaimana tinggal bersama teman yang tentunya memiliki sifat dan kepribadian yang berbeda, berinteraksi dengan masyarakat serta perangkat desa yang sangat ramah dan membantu, hingga merasakan langsung bagaimana program-program yang kami jalankan memberikan dampak positif bagi mereka, yang pada akhirnya mengajarkan saya tentang pentingnya kerjasama, kesabaran, dan pemahaman mendalam tentang bagaimana  pemberdayaan masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.” ungkap Tiwi di akhir wawancara.

Kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi antar-perguruan tinggi dan masyarakat lokal dapat membangun desa yang lebih maju, mandiri, dan sejahtera. (Bintang Ninih Nuraeni)